Monday, 14 July 2014

Telepon Umum Koin - Alat Gaul 80-an

16:07


Seseorang mungkin pernah gemetar begitu mendekati benda ini di suatu shelter di pojokan kampusnya. Bisa jadi Ia sedang akan menelpon gadis cantik incaran hatinya. 

Cling, cling, cling. Tiga koin Rp. 100,- an cukup untuk mengobrol dengan gadis idaman sampai puas :) Oh ya, kalau masih ada sisa waktu dan kita sudahi pembicaraan kita, akan ada kembalian sesuai sisa waktu kita. Klotak. Jatuhlah kembaliannya di lubang koin yang bawah.

Ya, pada masa-masa belum ditemukannya telepon genggam di Indonesia, alat komunikasi inilah yang menjadi andalan para muda-mudi di republik ini untuk bergaul dengan kelompoknya. Modal yang diperlukan adalah uang-uang logam senilai Rp. 50,-, Rp. 100,-, hingga pernah sampai Rp. 500,-.

Muda-mudi yang sedang mengantri di kios telepon umum merupakan pemandangan yang biasa di tahun-tahun akhir 80-an hingga awal 90-an di negeri ini. Teman-teman saya bahkan ada yang sampai mengulik cara-cara agar bisa menelpon gratis menggunakan telepon umum ini. Sebegitu dekatnya keberadaan telepon umum dalam pergaulan muda-mudi saat itu. 

Lalu pada saat maraknya telepon rumah yang bisa memperlihatkan nomor telepon si penelpon (display digital), maka para muda-mudi 80-an menemukan bahwa telepon umum pun memiliki nomer yang bisa dihubungi. Wow, tambah asyik! Mulailah teman-teman SMA bergerilya mencari tahu nomor telepon umum yang terdekat dengan rumahnya. Setelah itu diberitahukanlah teman-temannya bahwa Ia kini bisa dihubungi di nomer telepon itu! Ketika kami mencoba, yang mengangkat adalah tukang warung dekat telepon umum itu berada. Selanjutnya kita akan mendengar dia berteriak memanggil kawan kita tersebut. Hadeuh...

Itulah sekelumit kisah kecil tentang telpon umum koin dan bagaimana pergaulan muda-mudi berkembang di seputarnya. Kemudian di Indonesia lantas diperkenalkan telpon kartu magnetik yang tidak sepopuler telepon koin. Setelah itu tentunya masuklah era Nokia Pisang, iPhone, dan Samsung Galaxy...


Posted by

Adrian Agoes, MM.Par a post graduate on Tourism Administration is now a lecturer at a tourism school in Bandung. His experiences are vary from being a tour leader visiting remote places in Indonesia, to being a travel photographer.

 

© 2013 Pemasaran Pariwisata. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top